Huh Saeng : Sang Kutu Buku yang Berani
Puluhan tahun yang lalu, disebuah pondok sederhana beratap jerami di Lembah Namsang, beberapa kilometer dari kota Angsong, Korea, tinggalah sepasang suami-istri yang miskin, Tuan dan Nyonya Huh Saeng.
Si suami mengurung dirinya selama tujuh tahun dan hanya membaca buku didalam kamarnya yang dingin. Sedang istrinya menanam pekarangan rumahnya dengan berbagai tumbuhan yang menghidupi mereka, selain itu ia bekerja di rumah tetangga dengan mencuci dan menjahit pakaian.
Pada suatu hari, istrinya sambil berurai air mata, berkata kepadanya.
"Lihatlah aku, suamiku yang baik! apa gunanya engkau membaca buku sepanjang waktu? Aku telah menghabiskan masa remajaku dengan mencuci dan menjahit bagi orang lain, namun aku tidak mempunyai pakaian pengganti yang dapat digunakan dan kini kita juga tidak memiliki persediaan makanan lagi!"
Mendengar keluhan dan tangisan istrinya itu, pria paruh baya inipun menutup bukunya. Ia berdiri, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia kemudan keluar dari rumah itu.
Pria itu berjalan menuju kota Angseong. Setibanya dikota besar itu ia mencegat seorang pemuda, sembari bertanya dengan tenang dan sopan.
"Halo temanku! Siapakah pria terkaya di kota ini?," tanya Huh Saeng.
Pemuda yang terperanjat itu kemudian berkata, "dasar penduduk desa yang miskin! Apakah kau tidak mengenal Byon-ssi, si jutawan?, rumahnya beratap ubin yang berkilauan dan dikelilingi oleh dua belas gerbang yang terletak di seberang sana," sambil menunjuk sebuah rumah megah.
Huh Saeng pun menuju ke rumah pria kaya itu, ia kemudian membuka gerbang dan memasukinya dengan langkah pasti, selanjutnya ia membuka pintu ruang tamu dengan lebar dan menyapa si tuan rumah yang sedang duduk dengan santai sembari membaca catatan keuangannya, ditemani beberapa saudagar sahabat. Ia pun menyapa sang tuan rumah.
"Aku perlu 10.000 untuk modal bisnis komersial ku dan aku ingin agar engkau meminjamkan uang itu pada ku." kata Saeng
"Baiklah pak, kemana sebaiknya kukirim uang itu?" tanya Byon-ssi.
"Ke Pasar Ansong, kepada seorang saudagar komisi!," jawab Saeng.
"Baiklah aku akan mengambil uang dari Kim, yang menjalankan bisnis komisi terbesar di Pasar Ansong. Dan kau bisa mengambil uang mu di sana." lanjut Byon-ssi sembari tersenyum.
Mengetahui perjanjiannya telah disetujui Saeng pun pamit.
Sepeninggalan, Huh Saeng semua sahabatnya yang ada diruang itu bertanya kepada Byon-ssi mengapa ia rela memberi begitu banyak uang kepada pria asing yang penampilannya seperti pengemis, bahkan nama keluarga dari pria itu tidak ia ketahui.
Byon-ssi menjawab. "Meskipun bajunya compang-camping, ia berbicara langsung pada sasaran dengan jelas tanpa menunjukkan perasaan malu atau ragu, berbeda dengan rakyat jelata yang ingin meminjamkan uang karena utang besar mereka. Pria seperti itu entah gila atau percaya diri dalam berbisnis, dari sorot matanya yang tidak gentar dan suaranya yang membahana, menggambarkan dia adalah seorang pria tidak biasa dengan otak super yang patut ku percaya."
Ia melanjutkan, "Aku tahu uang dan aku kenal manusia. Uang seringkali membuat seorang manusia menjadi manusia rendah, tetapi seorang pria seperti dirinya akan memperoleh banyak uang."
"Aku hanya merasa lega dapat membantu seorang pria besar dalam mengelola bisnis besar." tandasnya.
Si suami mengurung dirinya selama tujuh tahun dan hanya membaca buku didalam kamarnya yang dingin. Sedang istrinya menanam pekarangan rumahnya dengan berbagai tumbuhan yang menghidupi mereka, selain itu ia bekerja di rumah tetangga dengan mencuci dan menjahit pakaian.
Pada suatu hari, istrinya sambil berurai air mata, berkata kepadanya.
"Lihatlah aku, suamiku yang baik! apa gunanya engkau membaca buku sepanjang waktu? Aku telah menghabiskan masa remajaku dengan mencuci dan menjahit bagi orang lain, namun aku tidak mempunyai pakaian pengganti yang dapat digunakan dan kini kita juga tidak memiliki persediaan makanan lagi!"
Mendengar keluhan dan tangisan istrinya itu, pria paruh baya inipun menutup bukunya. Ia berdiri, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia kemudan keluar dari rumah itu.
Pria itu berjalan menuju kota Angseong. Setibanya dikota besar itu ia mencegat seorang pemuda, sembari bertanya dengan tenang dan sopan.
"Halo temanku! Siapakah pria terkaya di kota ini?," tanya Huh Saeng.
Pemuda yang terperanjat itu kemudian berkata, "dasar penduduk desa yang miskin! Apakah kau tidak mengenal Byon-ssi, si jutawan?, rumahnya beratap ubin yang berkilauan dan dikelilingi oleh dua belas gerbang yang terletak di seberang sana," sambil menunjuk sebuah rumah megah.
Huh Saeng pun menuju ke rumah pria kaya itu, ia kemudian membuka gerbang dan memasukinya dengan langkah pasti, selanjutnya ia membuka pintu ruang tamu dengan lebar dan menyapa si tuan rumah yang sedang duduk dengan santai sembari membaca catatan keuangannya, ditemani beberapa saudagar sahabat. Ia pun menyapa sang tuan rumah.
"Aku perlu 10.000 untuk modal bisnis komersial ku dan aku ingin agar engkau meminjamkan uang itu pada ku." kata Saeng
"Baiklah pak, kemana sebaiknya kukirim uang itu?" tanya Byon-ssi.
"Ke Pasar Ansong, kepada seorang saudagar komisi!," jawab Saeng.
"Baiklah aku akan mengambil uang dari Kim, yang menjalankan bisnis komisi terbesar di Pasar Ansong. Dan kau bisa mengambil uang mu di sana." lanjut Byon-ssi sembari tersenyum.
Mengetahui perjanjiannya telah disetujui Saeng pun pamit.
Sepeninggalan, Huh Saeng semua sahabatnya yang ada diruang itu bertanya kepada Byon-ssi mengapa ia rela memberi begitu banyak uang kepada pria asing yang penampilannya seperti pengemis, bahkan nama keluarga dari pria itu tidak ia ketahui.
Byon-ssi menjawab. "Meskipun bajunya compang-camping, ia berbicara langsung pada sasaran dengan jelas tanpa menunjukkan perasaan malu atau ragu, berbeda dengan rakyat jelata yang ingin meminjamkan uang karena utang besar mereka. Pria seperti itu entah gila atau percaya diri dalam berbisnis, dari sorot matanya yang tidak gentar dan suaranya yang membahana, menggambarkan dia adalah seorang pria tidak biasa dengan otak super yang patut ku percaya."
Ia melanjutkan, "Aku tahu uang dan aku kenal manusia. Uang seringkali membuat seorang manusia menjadi manusia rendah, tetapi seorang pria seperti dirinya akan memperoleh banyak uang."
"Aku hanya merasa lega dapat membantu seorang pria besar dalam mengelola bisnis besar." tandasnya.